Chuo Sangi In adalah suatu Badan Penasehat Pusat yang didirikan oleh penguasa Jepang pada tahun 1943 yang dipimpin oleh Soekarno dan berkedudukan diJakarta. Badan ini dimuat dalam Osamu Senrei No. 36/1943. Osamu Senrei adalahsebutan bagi undang-undang yang dikeluarkan oleh panglima Tentara Keenambelas).Chuo Sangi In merupakan badan yang bertugas mengajukan usul kepada pemerintahserta menjawab pertanyaan pemerintah mengenai soal-soal politik dan menyarankantindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah Militer Jepang di Indonesia. Akantetapi dalam prakteknya dalam lembaga produk pemerintah pendudukan Jepang paraanggotanya tidak mempunyai opsi selain mengucapkan apa yang sudah disensor terlebih dahulu oleh pemerintah. Setiap pembicaraan tidak boleh menyimpang dariapa yang telah ditentukan oleh penguasa. Demikian pula, kasus yang dibahas bukanlah mengenai politi tinggi tetapi lebih banyak mengenai persoalan pengerahanromusha atau kerja paksa, tentang pengumpulan hasil pertanian dan sebagainya yangada kaitannya dengan keperluan perang. Dengan kata lain semua keputusandibungkus dengan kata-kata yang indah namun pada hakekatnya hanyalah dengansatu tujuan yakni bagaimana rakyat Indonesia bisa diperas tenaganya lebih banyak lagi untuk dapat membantu memenangkan peperangan.Untuk pertama kalinya Chuo Sangi In bersidang pada tanggal 16 hingga 20Oktober 1943. Dalam sidang ini dibentuk empat bunkakai (komisi) yang telahmenjawab pertanyaan Saiko Shikikan tentang strategi apa yang sebaiknya digunakanuntuk mencapai kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya (Perang Pasifik).Gunseikan (Kepala Pemerintah Militer yang dijabat secara fungsional oleh Kepala
Staf Tentara) dan pembesar-pembesar tentara Jepang lainnya turut hadir sertamengawasi jalannya persidangan. Oleh karena itu, jawaban sidang tidak luput darikeinginan Pemerintah Pendudukan Jepang yakni supaya seluruh potensi kerja dan produksi dikerahkan guna kepentingan perang.Sejak penghujung tahun 1944 yakni ketika Jepang mulai menyadarimenurunnya kekuatan armada perangnya dalam Perang Pasifik, penguasa Jepang diSumatera yang berpusat di Bukittinggi yakni Pemerintah Militer Angkatan Darat(Tentara ke-25) mulai mengarahkan kebijakan untuk menarik dukungan tokoh-tokohnasionalis Indonesia. Melalui Deklarasi Kaiso tanggal 7 September 1944 Jepangmenjanjikan kemerdekaan di masa depan bagi sebuah negara Indonesia denganwilayah mencakup seluruh bekas jajahan Hindia Belanda. Akan tetapi Tentara ke-25selaku penguasa di Sumatera merasa keberatan dengan penyatuan Sumatera ke dalamnegara yang dijanjikan itu dan mereka mengusahakan pemisahan rencana itu tidak lama sebelum kejatuhan Jepang yakni ketika sasaran gerakan militer Jepang lebihditujukan untuk mempertahankan kebijakan berdikari.Dalam rangka menciptakan Sumatera yang terpisah itulah pemimpin TentaraKe-25 kemudian menempuh langkah-angkah yang pandang sangat strategis denganmembentuk Chuo Sangi In untuk seluruh Pulau Sumatera sekitar Bulan Maret 1945dan bermarkas di Bukittinggi. Mohammad Safe’i seorang intelektual Sumatera Baratyang dikenal sebagai tokoh pendidikan dan pergerakan kemerdekaan yang diterimaoleh hampir semua kalangan pergerakan kemerdekaan di Sumatera Barat diangkatsebagai ketua. Dalam menjalankan tugasnya Mohammad Safe’i yang juga dikenalsebagai pendiri lembaga pendidikan Islam, INS, di Kayu Tanam ketua dibantu olehdua orang wakil ketua yakni Teuku Nyak Arif dari Aceh dan Mr. Abdul Abbas orang
Batak Mandailing yang bekerja sebagai lawyer (pengacara) di lampung.Djamaluddin Adinegoro seorang wartawan senior asal Sumatera Barat yangsebelumnya bekerja di Sumatera Timur diangkat sebagai Sekretaris. Pada saatSoekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, Mr. Abdull Abbas,Adinegoro, Mr. Teuku Mohammad Hassan seorang pengacara dari Aceh dan dr.Mohammad Amin, asal Sumatera Barat yang menetap di Medan hadir dalam peristiwa bersejarah itu. Sebelumnya yakni pada tanggal 12 Agustus 1945 tokoh-tokoh Sumatera itu, kecuali Adinegoro, dikirim ke Singapura bertemu denganSoekarno dan Hatta yang baru saja kembali dari Dallat (Vietnam) memenuhi panggilan Jenderal Terauci selaku penguasa perang tertinggi di Asia Tenggara untuk membicartakan rencana Jepang yang akan memberikan kemerdekaan bagi bangsaIndonesia..Sebagaimana halnya di Jawa. Chuo Sangi In di Sumatera pada hakekatnyatidak mempunyai wewenang apa-apa. Bahkan kedudukannya di Sumatera jauh di bawah kedudukan Volksraad yakni dewan rakyat yang didirikan oleh pemerintahKolonial Hindia Belanda pada tahun 1918 di Jakarta. Dalam Volksraad wakil-wakilrakyat bumiputera yang merupakan tokoh-tokoh pergerakan masih dibenarkanmengeluarkan kritik yang bagaimanapun tajamnya kepada pemerintah kolonialHindia Belanda. Kaum pergerakan kemerdekaan di dewan itu masih bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ada relevansinya dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan rakyat bumiputera.Sejak didirikan, Chuo Sangi In baru satu kali mengadakan persidangan diBukittinggi yakni sebelumnya berakhirnya Perang Pasific. Sampai akhir kekuasaanJepang di Indonesia, Chuo Sangi In tidak pernah dibubarkan. Meskipun hanya sekali
melakukan persidangannya, namun dengan adanya Chuo Sangi In Bukittinggi, makaSumatera Barat secara tidak langsung menjadi pusat pertemuan antara pemimpinserta pemuka-pemuka seluruh Sumatera. Mulai dari Lampung di Selatan sampai Acehdi Utara. Di antara tokoh-tokoh yang pernah datang untuk bersidang adalah Mr.Abbas dari Lampung, dr. Adnan Kapau Ghani dari Palembang, dr. F. LumbangTobing dari Tapanuli, Mangardja Soangkupon dan Hamka dari Sumatera Utara danTeuku Nyak arif dari Aceh. Inilah agaknya dampak positif dari keberadaan badanciptaan Pemerintah pendudukan Jepang di Sumatera Barat. (URH)****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar